Selasa, 22 November 2016

Tugas Kelompok SIA - Teori Fraud, Fraud Tree, Coso Framework dan Integrated Framework

Fakhri Nuzul Robbani               C1C012106                                       
Hanifzain Dhianaufal                 C1C012109
Arina Nadhirah                          C1C012113
Bobby Ardian P                         C1C014111



1.      TEORI FRAUD

  • ·         Gone Theory

Teori gone dikemukakan oleh Jack Bologne. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yaitu:
a.       Greed (keserakahan)
Faktor yang berhubungan dengan keserakahan adalah moral seorang individu.
b.      Opportunity (kesempatan)
Kesempatan merupakan suatu keadaan yang bisa datang kapan saja. Kecurangan sebenarnya bisa dilakukan pada setiap kesempatan, namun kesempatan untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku kecurangan. Semakin tinggi jabatan seseorang maka semakin besar pula peluang untuk melakukan kecurangan tersebut.
c.       Need (kebutuhan)
Faktor yang berhubungan dengan kebutuhan adalah motivasi yang lebih cenderung dengan pandangan atau keperluan pegawai yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan. Tuntutan akan pemenuhan kebutuhan juga dapat menjadi faktor penyebab kecurangan saat kebutuhan seseorang sangat mendesak.
d.      Exposure (pengungkapan)
Pengungkapan berhubungan dengan hukuman pelaku kecurangan. Dengan terungkapnya suatu kasus kecurangan dalam perusahaan atau instansi tidak menutup kemungkinan untuk terulang kembalinya hal yang sama apabila hukuman yang diberikan kurang memberikan efek jera.

  • ·         Fraud Triangle Theory

Merupakan suatu gagasan mengenai penyebab terjadinya kecurangan oleh Donald R. Cressey. Tiga faktor yang digambarkan dalam fraud triangle adalah :
a.       Opportunity (kesempatan)
Peluang merupakan faktor dasar yang memungkinkan terjadinya kecurangan. Lemahnya pengawasan dan pengendalian internal dalam organisasi akan mengakibatkan individu memiliki kesempatan untuk melakukan kecurangan.
b.      Pressure (tekanan)
Tekanan atau motivasi pada seseorang akan membuat mereka mencari kesempatan melakukan kecurangan. Berbagai aspek yang mempengaruhi tekanan diantaranya adalah tuntutan ekonomi dan gaya hidup seseorang.
c.       Rationalization (rasionalisasi)
Rasionalisasi terjadi ketika seorang pelaku kecurangan mencari pembenaran atas tindakan yang dilakukannya. Para pelaku biasanya meyakini bahwa tindakan yang dilakukannya bukan merupakan kesalahan dan memang hak yang pantas untuk diterimanya karena telah berbuat banyak untuk organisasi.
  • ·         Fraud Diamond Theory

Merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson. Secara keseluruhan fraud diamond merupakan penyempurnaan dari fraud triangle. Adapun elemen-elemen dari fraud diamond adalah pressure, opportunity, rationalization, dan capability.
Capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan kecurangan. Sifat-sifat elemen capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:
a.       Positioning
Posisi seseorang dalam organisasi dapat memberikan kesempatan dalam melakukan kecurangan.
b.      Intelligence and creativity
Pelaku kecurangan memiliki pemahaman yang cukup dalam pengendalian internal organisasi.
c.       Convidence / ego
Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi.
d.      Coercion
Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan.
e.       Deceit
Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten.
f.       Stress
Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.
  • ·         Fraud Pentagon Theory

Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howart. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi dan arogansi.
a.       Competence (kompetensi)
Kompetensi merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan pengendalian internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya.
b.      Arrogance (arogansi)
Arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa pengendalian internal atau kebijaksanaan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.
  • ·         Fraud Tree

Menurut Association of Certified Fraud Examiners klasifikasi yang disebut fraud tree yaitu sistem klasifikasi mengenai kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan di dalam suatu perusahaan yang menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree.
Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu
a.       Corruption (korupsi)
Fraud jenis ini paling sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis yang banyak terjadi di negara berkembang yang penegakan hukumnya masih lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik.
b.      Asset Misappropriation (penyimpangan atas aset)
Penyalahgunaan terhadap aktiva tetap atau harta perusahaan yang digunakan untuk keuntungan pribadi.
c.       Fraudulent Statement (pernyataan palsu)
Kecurangan pernyataan palsu meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan.


2.      FRAUD TREE


Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini memberikan gambaran cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Para akuntan cenderung lebih memahami fraud tree dalam bahasa inggris daripada pohon tree, karena fraud tree lebih sering digunakan. 

          Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu corruption, asset missappropriation,          dan fraudelent statements.
1)      Korupsi (Corruption)
Menurut Associatian of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan corruption sebagai berikut :
a. Conflicts of interest ialah suatu keadaan dimana para pejabat memanfaatkan kuasanya untuk menggunakan keluarga ataupun kroninya menjadi pemasok atau rekanan di lembaga – lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun.
b. Bribery ialah pemberian hadiah kepada seseorang dengan maksud untuk mencapai sutu tujuan (penyuapan).
c. Illegal gratuities ialah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan. Contoh hadiah ulang tahun, parsel dll.
d. Economic extortion ialah suatu bentuk meminta dengan mengancam (pemerasan) kepada orang lain.

2)      Penyimpangan Atas Aset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). Asset misappropriation dalam bentuk penjarahan cash dilakukan dalam tiga bentuk yaitu : skimming, larceny, dan fraudulent disbursements.

3)      Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)

Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit (opinion audit). Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. Fraud ini berupa salah saji aset atau pendapatan yang lebih tinggi dari sebenarnya (asset/revenue overstatements) dan menyajikan aset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya (asset/revenue understatements).


3.     COSO Framework dan Integrated Framework

A.    Coso Framework
Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Risiko (Risk Assesment), Aktivitas Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).
Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain.
Pengendalian internal vs pengendalian manajemen:
1. Pengendalian internal
a pengendalian manajemen terdiri dari pengendalian intern dan ekstern
b. lebih menekankan pd tujuan perusahaan dan menghubungkan pengendallian manajemen untuk mencapai tujuan
c. meliputi produksi, transportasi dan riset perusahaan.
2. Pengendalian manajemen
a. mengendalikan terdiri dari pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi
b. menekankan pada pengendalian terhadap mengamankan aktiva perusahaan dengan melakukan pecatatan akuntansi memadai
c. meliputi akuntansi meningkatkan efektifitas dan efisiensi dan taat pd hukum yang berlaku.
COSO memperkenalkan lima komponen pengendalian intern sebagai pembaharuan dari pengendalian manajemen, pengendalian manajemen lebih menekankan terhadap prosedur, sementara pengendalian intern lebih menekankan peran manusia/pelaku dibandingkan serangkaian prosedur.
Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.
Prosedur Pengendalian (Control Activities)
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:
·         Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib.
·         Pelimpahan tanggung jawab.
·         Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.
·         Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi.
Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.
Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.
Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.

      B.    Coso Integrated Framework

Sebelum masuk ke dalam topik mengenai Internal Control (IC), terlebih dahulu kita harus mengenal apa itu COSO. The Committee of Sponsoring Organization of Treadway Commission adalah joint initiative dari lima organisasi sukarela dari sektor privat yang bertujuan untuk mengembangkan kerangka dan panduan mengenai Manajemen Risiko, Pengendalian Internal, dan Pencegahan Fraud. Kelima organisasi tersebut terdiri dari American Accounting Associaton (AAA), American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), Financial Executive International (FEI), The Association of Accountant and Financial Professionals in Business (IMA), dan The Institute of Internal Auditor (IIA). Produk yang telah dihasilkan oleh COSO antara lain Internal Control – Integrated Framework(1992) dan Enterprise Risk Management – Integrated Framework (1994). Indonesia mengadopsi Internal Control – Integrated Framework (1992) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dalam perkembangannya COSO telah mengeluarkan kerangka IC terbaru yaitu Internal Control – Integrated Framework (2013) untuk menggantikan kerangka IC yang lama.
COSO mendefinisikan IC adalah process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance. Definisi ini sengaja dibuat secara luas agar dapat menangkap konsep yang penting mengenai bagaimana suatu organisasi merancang, mengimplementasikan, melaksanakan IC, dan menilai efektivitas dari sistem pengendalian internal, serta memberikan dasar dalam pengaplikasiannya di berbagai tipe organisasi. Selain itu definisi ini juga mengakomodasi bagian-bagian dari IC.

Tujuan dari IC terdiri dari operations, reporting, dan compliance dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.       Operations Objectives.
Tujuan operasional terkait dengan pencapaian visi, misi, dan tujuan didirikannya entitas. Tujuan ini terkait dengan peningkatan financial performance, produktivitas, kualitas, enviromental practices, return of assets, dan likuiditas. Salah satu tujuan yang terkait dengan tujuan operasional adalah Pengamanan Aset. Entitas dapat menentukan tujuan yang terkait dengan pencegahan kehilangan aset serta secara periodik mendeteksi dan melaporkan kehilangan aset.
2.      Reporting Objectives.
               Tujuan pelaporan berkaitan dengan penyusunan laporan untuk digunakan oleh organisasi dan stakeholders dalam hubungannya dengan pelaporan finansial/non-finansial serta pelaporan eksternal/internal. Karakteristik dari pelaporan finansial/non-finansial eksternal adalah disesuaikan dengan aturan dan kebutuhan eksternal, dipersiapkan sesuai dengan standar eksternal, dan mungkin diharuskan menurut regulator, kontrak, dan perjanjian. Sedangkan karakteristik pelaporan finansial/non-finansial internal adalah digunakan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan bisnis serta ditetapkan oleh manajemen dan board.

3.      Compliance Objectives.
               Aturan dan hukum merupakan standar minimal dari perilaku organisasi. Organisasi diharapkan akan menggabungkan standar tersebut ke dalam tujuan dari entitas, bahkan organisasi dapat menetapkan standar yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan oleh hukum dan peraturan.
Satu tujuan dan tujuan lainnya dapat saling tumpang tindih atau saling membantu. Misalnya dalam hal pelaporan keuangan, dapat menjadi dasar bagi manajemen dalam melakukan review dalam kinerja operasionalnya serta kepatuhannya terhadap aturan. Selain itu, pengamanan aset yang merupakan salah satu contoh tujuan operasional juga berpengaruh terhadap ketepatan jumlah aset dalam pelaporan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penetapan tujuan-tujuan ini tetap saling berkesinambungkan, tapi tetap bergantung dengan situasi yang ada.
Dalam COSO ERM, manajemen risiko terdiri dari delapan komponen yang saling terkait, yaitu:
1.      Lingkungan Internal/ Internal Environment
Mengidentifikasi kondisi internal perusahaan, meliputi kekuatan dan kelemahannya, serta pandangan entitas terhadap risiko dan manajemen risiko.
2.      Penetapan Sasaran/ Objective Setting
Sasaran kegiatan manajemen risiko harus sejalan dengan sasaran dari perusahaan, serta konsisten denganrisk appetite perusahaan
3.      Identifikasi Kejadian/ Event Identification
Kejadian internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan harus diidentifikasi, meliputi risiko dengan kesempatan yang dapat muncul.
4.      Penilaian Risiko/ Risk Assessment
Risiko dianalisis berdasarkan kemungkinan dan dampaknya. Hasil analisis risiko akan dijadikan dasar untuk menentukan perlakuan risiko.
5.      Perlakuan Risiko/ Risk Response
Terdapat empat alternatif pada perlakuan risiko, yaitu menghindari (avoidance), menerima (acceptance), mengurangi (reduction), dan membagi risiko (sharing). Pemilihan perlakuan risiko dilakukan dengan membandingkan hasil analisis risiko dengan risk appetite dan risk tolerance.
6.      Aktivitas Pengendalian/ Control Activities
Membangun dan mengimplementasikan kebijakan dan prosedur untuk memastikan perlakuan risiko diterapkan dengan efektif.
7.      Informasi dan Komunikasi/ Information and Communication
Informasi yang relevan diidentifikasi, diperoleh, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan waktu yang tepat agar personil dapat melakukan tanggung jawabnya dengan baik.
8.      Pemantauan/ Monitoring
Seluruh kegiatan ERM harus dipantau, dievaluasi dan dikembangkan.

Berikut Bagan dari COSO Integrated Framework:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar